Usmarwi Kaffah: Saya Optimis Dilantik Sebagai Wabup Muara Enim

PENGANTAR

Setelah lama kosong dengan penjabat depinitif—lebih kurang 20 bulan, jabatan Wakil Bupati Muara Enim akhirnya bakal terisi secara depinitif setelah Selasa (06/09/2022) DPRD Muara Enim melaksanakan Rapat Paripurna XVII dengan agenda melakukan pemilihan Wakil Bupati Muara Enim, dan hasilnya politisi Partai Demokrat, Ahmad Usmarwi Kaffah terpilih, setelah meraih 35 suara, mengalahkan kandidat lainya dari Partai Hanura, Muhammad Yudistira Syahputra yang meraih 1 suara.

Kaffah—demikian panggilan akrab pria bernama lengkap Ahmad Usmarwi Kaffah ini, tidak banyak dikenal masyarakat Kabupaten Muara Enim. Selain lahir dan besar di Kota Palembang, sejak menamatkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (lulus tahun 2011) , pria beranak tiga kelahiran 26 Januari 1989 ini langsung meniti karir di Jakarta, lalu melanjutkan pendidikan sambil bekerja di Inggris selama tujuh tahun terakhir Banyak yang bertanya, apa yang akan ia lakukan bagi Kabupaten Muara Enim dan bisakah ia diharapkan membangun daerah ini dengan pengetahuannya yang terbilang minim tentang Muara Enim?

Sehari setelah terpilih menjadi Wakil Bupati Muara Enim, alumni University of Birmingham (Strata 2) dan Unversity of Aberdeen (Strata 3) ini diwawancarai secara live oleh Pimpinan Redaksi Tribun Sumsel, Weny Ramdiastuti dalam Podcast TribunNetwork.com di Graha Tribun, Palembang. Dalam wawancara itu pria 33 tahun ini menyampaikan berbagai pandangan sekaligus menjawab beragam opini yang berkembang di masyarakat terkait pro dan kontra Pilwabup Muara Enim pada 6 September 2022 lalu, termasuk adanya keraguan beberapa kalangan dirinya tidak akan sampai dilantik Kemendagri sebagai Wabup Muara Enim depinitif. Kaffah Optimis ia akan dilantik.

Berikut wawancaranya yang diambil dari akun youtube Tribun Sumsel.com. Mengingat panjangnya wawancara, materinya tidak dimuat secara utuh melainkan hanya kutipan pada hal yang dianggap penting dan substantif untuk diketahui masyarakat Kabupaten Muara Enim. ***

Tanya (T): Bisa meraih 35 dari 36 suara anggota DPRD Muara Enim yang hadir, sunggu luar biasa. Apakah selama ini terjadi “silent operation”?

Jawab: (J): Kalau dibilang silent operation ya betul karena saya memang terbiasa dari dulu saat bekerja di luar terbiasa melakukan sedikit bicara banyak bekerja dan dalam politik ini juga saya lihat karena ranahnya merah, berbahaya jadi saya harus banyak melakukan aktifitas lobbying dengan terukur dan silent, artinya di sini berdikusi, bertukar fikiran dalam konteks yang masuk akal, rasional dan sesuai.

T: Kenapa bilang ranahnya merah?

J: Hattick (maksudnya tiga kasus penangkapan Bupati dan Wabup serta mantan Bupati Muara Enim) bisa terjadi itu artinya sangat “luar biasa”jadi bagi saya yang baru masuk di sana dan kehati2an sangat penting terutama dalam proses ini yang sarat lobby politik dan aktifitas politik tidak semua pihak suka dan merestui proses yang dijalani (Pemilihan Wakil Bupati oleh DPRD Muara Enim) kemarin.

T: (Muara Enim) Kandang Macan?

J: Ya, Kandang Macan, Kandang Srigala tapi juga surga bagi pembangunan kalua dijalankan dengan benar

T:: Setelah kini terpilih menjadi Wabup Muara Enim, bagaimana urusannya di Kemendagri, karena sebelumnya kan (urusan Pilbup Muara Enim) ini diwarnai banyak masalah?

J: Itulah yang urgensi bagi keluarga saya Ketika saya akan mengamnbil keputusan ini. Mereka bertanya, kenapa tertarik pulang ke Indonesia dan menjadi Wakil Bupati Muara Enim, bukannya sudah mantap di Inggris bekerja di sebuah Lembaga Law Firm terkenal? Mereka bilang di Indonesia aturan yang sudah clear saja bisa dipersoalkan.

Begitu juga dengan masalah Pilbup Muara Enim ini. Padahal aturannya sudah jelas di Pasal 176 ayat 4 (Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota) bahwa dalam hal posisi wakil bupati kosong dan masih menyisakan waktu sekurang-kurang bersisa 18 bulan sejak masa jabatan itu kosong. Jika dihitung sejak Pak Juarsah (Wabup Muara Enim) dilantik sebagai Bupati Muara Enim depinitif (11 Desember 2020), sejak itu pula posisi wabup kosong, artinya titik nol di situ maka lebih dari 18 bulan. Tapi kita heran juga muncul masalah karena aturan itu ditafsir-tafsirkan berbeda, padahal aturan itu sudah jelas. Karena itu karena mekanismenya jelas, saya yakin akan dilantik

T: Bagaimana kalau tidak dilantik?

J: Kalau saya pribadi menganggap, apapun yang saya dapat itulah ketetapan yang terbaik dari Allah, jadi kalau akhirnya takdirnya seperti itu, kita harus terima itu, tidak perlu marah dan saya akan meredam amarah pendukung saya. Tapi saya optimis bahwa melihat aturan yang sudah dilakukan selama ini, saya mengajak semua pihak termasuk yang kontra dengan saya untuk bersama menghormati keputusan yang sudah diambil ini. Janganlah sia-siakan yang telah dilakukan karena terlalu mahal ongkosnya untuk terus memelihara disintegrasi

T: (Setelah menjadi Wabup Muara Enim terpilih) Sudah koordinasi dengan Pemprov dan Bupati Muara Enim yang sekarang, dan Pak Gubernur (Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru) sebagai perpanjangan Menteri Dalam Negeri terkait mekanisme selanjutnya?

J: Yang jelas saya berkomunikasi dengan baik ke Pak Bupati Muara Enim, saling sapa dan sampai saya membacakan visi misi di DPRD Muara Enim) semuanya fine-fine saja. Termasuk hari inisaya ber komunikasi saya dengan Pak Gubernur siang tadi—sekitar pukul 11.00-12.00 WIB tadi, saya berkoordinasi saya laporkan bahwa pemilihan sudah selesai, mohon petunjuk dan wejangan selaku yang lebih muda. Beliau dengan bijak mengatakan akan meneruskan hasil pemilihan di DPRD itu ke Mendagri

T: Setelah Kaffah menjadi yang terpilih dan dilantik, otomatis Pj (Penjabat) Bupati tidak lagi atau bagaimana mekanismenya?

J: Karena bupati yang sekarang statusnya Pj (Penjabat) yang bersifat sementara dan mengisi kekosongan maka ketika wakil bupati depinitif dilantik, seketika itu juga menurut Kemendagri, Pj Bupati berhenti dan seketika itu juga saya dilantik menjadi Plt bupati dan nantinya menjadi bupati depinitif.

T: Jadi nanti ketika dilaksanakan Pilkada (Muara Enim tahun 2024), Kaffah tidak lagi masuk gelanggang atau bagaimana?

J: Kalau masa jabatan saya nanti berakhir (18 September 2023) maka artinya saya berhenti, lalu masuk Pj (penjabat bupati) lagi (hingga Pilkada 2024)

T: Artinya dengan hanya punya sisa waktu setahun tentu (di Kabupaten Muara Enim) memerlukan kepemimpinan anda yang luar biasa. Apa strategi besarnya ya?

J: Yang jelas diperlukan efektifitas dan efisiensi waktu serta kinerja mesti saya kedepankan, itu yang pertama. Kedua, saya kan pengganti antar waktu artinya saya harus meneruskan visi dan misi bupati dan wakil bupati depinitif terdahulu (Ahmad Yani-Juarsah) sehingga tugas saya memastikan visi dan misi itu berjalan dengan baik sampai akhir masa jabatan. Ukuran berjalan dengan baik itu, pertama tidak ada masalah, kedua tujuan tercapaiannya jelas, terpenuhi, stabilitas wilayah. Kita bersyukur situasi dan kondisi di Muara Enim saat ini kondusif sekali, ini yang harus kita jaga

T: Dengan segala latar belakang Muara Enim yang dulu, bagaimana anda bisa yakin stabilitas wilayah akan terjaga kondusif dan tidak tergfanggu leh soal korupsi?

J: Ayah saya berpesan agar saya focus pada sumpah jabatan. Jika itu dijalani dengan benar, fokus pada tugas, kerja keras, bekerja sesuai konteks, in syah Allah akan selamat. Satu lagi cermat dalam mengambil keputusan, kebijakan karena ingat “jebakan Batman” yang dalam bingkai korupsi bukan hanya gratifikasi tapi juga administrasi yang kalau salah mengambil keputusan, salah disposisi, salah tandatangan bisa berakibat fatal. Karena itu saya manfaatkan betul waktu saat ini untuk mempelajari celah-celah birokrasi sampai seni birokrasinya, karena lain lubuk lain ikan lain ladang lain belalang, tidak bisa saya samaratakan konteks kinerja di luar negeri, Jakarta dengan di sini (Muara Enim). Saya harus kontekstual, jadi saya harus memahami kultur di sini dan membawa kultur positif sehingga gabungan kulturasi itu mampu mempercepat tidak saja pembangunan tapi juga leadership

T: Meski memiliki pengalaman di luar negeri bahkan bekerja di kantor Law Firm terbaik di dunia, tapi hukum dan politik praktis tentu berbeda termasuk di Indonesia. Apa kiat Kaffah untuk selamat dalam meniti buih itu?

J: Saya sempat shock saat pertama menghadapi situasi politik praktik di Indonesia, termasuk (dalam urusan pengisian posisi Wakil Bupati Muara Enim) ini. Saat menghadapi orang Kemendagri, saya bingung mau apa lagi mereka dengan aturan yang sudah jelas ini. Mereka bilang cara membaca peraturan harus harus hati-hati. Saya katakan, Well, Yes, benar harus hati-hati membaca Tapi Ketika aturan sudah clear jangan dimultitafsirkan karena korbannya rakyat. Karena jika ada gejolak, mereka yang rugi.

T: Apa obsesi Anda ke depan ?

J: Saya tidak mau mematok takdir saya , saya mengalir saya tapi saya punya prinsip apapun itu pekerjaan saya ingin melakukan yang terbaik, saya harus bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia, karena saya lahir dan besar di negara ini. (fir)

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here