Saatnya Gelimang Potensi Berujung Hilirisasi

Perkebunan kelapa sawit

Kabupaten  Muara Enim dianugerahi tuhan sumber daya alam yang luar biasa besarnya. Tanahnya yang subur membuat  masyarakat yang tinggal di Bumi Serasan Sekundang ini banyak yang memilih mencari nafkah di sektor perkebunan.

Di sektor perkebunan, beragam jenis komoditi tumbuh subur di daerah ini, antara lain kopi, karet, kelapa sawit, kelapa, kemiri, aren, coklat, kayu manis dan lada, yang semunya mampu mendongkrak perekonomian masyarakat. Dari aneka jenis tumbuh-tumbuhan itu, yang tergolong komoditi andalan Kabupaten Muara Enim adalah, karet, kelapa swait dan kopi.

Potensi dan prospek ke tiga jenis komoditi ini sangat besar, bisa dilihat dari luas area tanaman dan banyaknya warga masyarakat terlibat dalam penanaman dan pengelolaannya.

Bupati Muara Enim Ir H Muzakir Sai Sohar
Bupati Muara Enim Ir H Muzakir Sai Sohar

Data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Muara Enim mencatat, areal tanaman karet di daerah ini seluas 149.276 Ha, kelapa sawit seluas 22.810 Ha dan kopi seluas 23.449,5 Ha. Dan sebagian besar masyarakat di Kabupaten Muara Enim menggantungkan hidupnya di sektor Perkebunan ini, terutama komoditi Karet, Kelapa Swait dan Kopi.

Sayangnya harga pasar dunia untuk karet dan sawit saat ini sedang tidak bersahabat bagi petani, terutama untuk harga karet. Para petani karet makin resah, karena  tren penurunan harga sudah berlangsung hampir dua tahun terakhir, dan hingga kini belum ada tanda-tanda membaik.

Kepala Dinas Perkebunan Muara Enim Ir Mat Kasrun Msi mengatakan, jika dihitung secara keseluruhan, sebagian besar—61,45% penduduk di Kabupaten Muara Enim mata pencariannya  di sektor Pertanian, Perkebunan, Perburuhan dan Perikanan. Khusus di perkebunan, keluarga yang berkerja di sub sektor ini terdata sebanyak 106.758 KK.

“Jika dalam satu KK rata-rata 4 (empat) orang maka ada 427.032 orang yang berkerja dan hidupnya tergantung pada sub sektor Perkebunan. Pada saat harga karet mencapai Rp. 10.250 sampai dengan bulan januari 2014, pendapataan perhektar karet slab tebal rata-rata 300 – 350 kg/ha, tentunya pendapatan petani perhektarnya perbulan mencapai Rp.  3.000.000 sampai dengan Rp. 3.500.000.  Sehingga dapat memenuhi kebutuhan primer dan skunder mereka,”  kata Mat Kasrun kepada Kabarserasan saat ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Akan tetapi mulai bulan Febuari 2014 hingga saat ini terjadi penuruan harga karet di tingkat petani sebesar Rp. 5.488 per kg slab tebal. Dengan hasil yang sama rata-rata per bulan sebanyak 300–350 kg/ha/bln maka yang didapat petani hanya sebesar Rp. 1.646.400 hingga Rp.  1.920.800.

“Hal ini sangat berpengaruh besar terhadap kehidupan petani. Mereka hanya dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan dasar saja. Masyarakat petani yang mempunyai jenjang pendidikan tingkat dasar sangat merasakan dampak  penurunan harga standar karet,” jelasnya.

Kepala Dinas Perkebunan Kab.ME Ir Mat Kasrun MSi
Kepala Dinas Perkebunan Kab.ME Ir Mat Kasrun MSi

Untuk komoditi sawit penurunan harga tidak terlalu lama terjadi, sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan petani yang hidup dari komoditas ini.. Demikian juga terhadap pabrik pengolah CPO, baik di perusahaan maupun  petani, karena waktunya tidak terlalu lama dan saat ini sudah pulih seperti biasanya.

Sementara  untuk karet, tak hanya masyarakat petani  biasa yang merasakan dampaknya. Perusahaan sekelas PTPN 7 bahkan berniat mengalihkan tanaman karet menjadi tanaman tebu dilahannya. Itu terkait komitmen BUMN Perkebunan ini, memenuhi swasembada gula nasional Tahun 2018 yang dibebankan pemerintah kepada mereka.

Untuk komoditas  kopi, Pemerintah Kabupaten Muara Enim terus berupaya  meningkatkan penghasilan dan taraf ekonomi petaninya. Misalnya lewat promosi di pameran, mengajak unit usaha lain seperti toko, hotel dan kafe untuk bersedia dititipi, bagi pengunjung atau tamu yang membutuhkan. Terlebih kini, produk kopi merk Kopi Semendo, sudah terdaftar di Kemenkum HAM.

Namun yang terpenting dan paling diharapkan Pemerintah Kabupaten Muara Enim saat ini, adalah terlaksananya program hilirisasi yang sampai kini belum juga bisa diwujudkan. Dengan hilirisasi—berupa adanya pabrik, petani daerah ini tidak hanya menjual bahan mentah tapi harus diupayakan barang jadi.

Pemerintah pusat sudah beberapa kali mengeluarkan wacana akan membangun pabrik-pabrik di daerah, misalanya pabrik  minyak goreng, sabun atau juga pabrik ban, sendal-sepatu. Muara Enim, dengan potensi perkebunan sawit dan karet serta kopi, sudah sangat siap menyambut program itu dan menerima kedatangan investor. Menyangkut ketersediaan lahan bagi berdirinya pabrik-pabrik itu, pemerintah daerah ini juga sudah membuatrencana tata ruang wilayah (RTRW) yang mengatur mengenai itu.

Untuk maksud itu, agar investor tertarik datang sekaligus memberi dampak ekonomi bagi warga masyarakat dan pendapatan daerah, kesiapan lain harus dilakukan pemerintah daerah ini. Selain birokrasi dan aturan yang sudah dibuat mudah, infrastruktur (Jalan-Jembatan) dan sarana pendukung (terutama listrik dan air) juga harus siap. Dan satu lagi, warga masyarakat juga harus terbuka menerima kehadiran investor.  Tanpa itu semua, jangan harap investor datang. (Amri)

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here