Lampung, Kabarserasan.com—Anda penggemar masakan sate? Barangkali tak banyak orang Indonesia yang gemar menu daging bakar tersebut yang tahu bahwa tusuk sate yang terbuat dari bambu itu buatan luar negeri, alias barang imporan dan Cina adalah negara pengimpor terbesarnya.
Adalah PT Bukit Asam Tbk (PTBA), yang menaruh perhatian besar dengan kenyataan itu. Melalui unit kerjanya di Pelabuhan Tarahan, Lampung, perusahaan penambang batu bara ini memberi dukungan kepada pengrajin tusuk sate di Kabupaten Lampung Selatan, yang berada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Sidomulyo.
Selain dukungan dana, perusahaan ini juga membantu pendampingan, peningkatan keterampilan serta membantu pemasaran tusuk sate buatan warga setempat. PTBA mengaku telah melakukan ini sejak tahun 2018 lalu.
Yang menarik, bekerja sama dengan Paguyuban Krajan, produksi tusuk sate di daerah itu melibatkan penduduk lanjut usia (lansia) dan kelompok rentan lainnya (janda, difabel, dan rumah tangga miskin).
Saat ini sudah ada 23 kelompok pembuatan tusuk sate dengan 129 anggota yang diberdayakan. Total penerima manfaat program ini mencapai 651 orang. Hasilnya? Produktifitas tinggi tusuk sate warga setempat itu, telah membuat Indonesia tak lagi bergantung tusuk sate dari luar negeri
Ketua Paguyuban Krajan, Samadi, mengakui, pengembangan produksi tusuk sate di daerahnya itu sangat membantu mengatasi masalah pengangguran. Dari usaha itu, menurut Samadi, setiap anggota kelompok pembuatan tusuk sate bisa memperoleh pendapatan Rp 1,2 juta per bulan.
“Produksi tusuk sate setiap hari bisa 5 kg per orang. Dengan harga tusuk sate Rp 8.000 per kg, penghasilan yang mereka peroleh bisa Rp 1,2 juta per bulan. Dan itu kerja sambilan mereka, bisa dikerjakan dengan santai,” jelas Samadi.
Menurut Samadi, kegiatan produksi tusuk sate di kampungnya itu berawal dari informasi yang dia dapat bahwa tusuk sate di Indonesia diimpor dari luar negeri, padahal di banyak tempat, termasuk di desanya banyak pohon bambu, bahan dasar tusuk sate. Sejak itulah ia mulai membuat tusuk sate, dan seiring banyaknya permintaan, Samadi kemudian merekrut sejumlah tenaga sebagai pegawainya.
“Miris rasanya, tusuk sate saja impor. Informasi yang saya dapat, kebutuhannya di Jakarta dan Surabaya sebulan hingga 4 kontainer. Satu kontainer itu 27 ton. Karena itu targetnya di tahun 2022 ini 1.000 lansia kami berdayakan, ini sudah berjalan. Jika 1 lansia bisa memproduksi 5 kg tusuk sate, maka dalam sehari bisa 5 ton. Kalau 5 ton per hari, kebutuhan dalam negeri bisa tercukupi,” ujar Samadi optimis.
Karena itu Samadi mengapresiasi ketika PTBA empat tahun lalu memberi dukungan yang membuat banyak pengangguran di desanya kini menjadi tenaga produktif. Sebagai ungkapan syukur, para pekerjanya sepakat mendonasikan Rp 6-8 juta untuk operasional Taman Pendidikan Quran (TPQ) Mutiara Ummat Insani yang mengasuh 37 santri di desa itu.
Manager SDM, Umum, Keuangan dan CSR PTBA Unit Pelabuhan Tarahan, Hamdani mengatakan, dukungan PTBA pada kegiatan usaha di Desa Sidomulyo Lampung ini sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan Lingkungan (TJSL) perusahaannya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan (Sustainability) masyarakat.
“Bagaimana agar tusuk sate ini bisa diproduksi seluruhnya di dalam negeri. PTBA menjalankan program ini melalui kolaborasi dengan pemerintah, para praktisi, dan masyarakat,” ujar Hamdani.
PTBA sendiri—melalui Unit Pelabuhan Tarahan, telah membuat Program Bamboo for Life yang dilaksanakan sejak tahun 2014 di area Pelabuhan Tarahan, dan dukungan bagi kegiatan produksi tusuk sate di Desa Sidomulyo Lampung ini, bagian dari program itu.
“Secara kumulatif, sudah 13.624 unit pohon bambu pada lahan seluas 49 hektare (ha) yang ditanam PTBA di berbagai daerah di Provinsi Lampung. Serapan karbon mencapai 3.509 ton CO2e per tahun,” kata Hamdani (fir)