Gorengan Bercampur Plastik, Benarkah? Ini Faktanya

Gorengan yang dijual bebas dan banyak digemari masyarakat

Jakarta, kabarserasan.com—Tudingan bahwa banyak penjual makanan gorengan memasukkan plastik dalam minyak penggorengannya—untuk membuat makanan jualannya menarik, garing dan renyah lebih lama, ternyata bukan isapan jempol. Hasil pantauan langsung ke lapangan mengungkap, tudingan itu memang benar dan diakui pedagangnya, meski ada juga yang membantah.

Untuk mengungkap misteri praktek pencampuran unsur plastik dalam proses penggorengan makanan ini, memang tidak mudah. Butuh pendekatan dan teknik khusus, karena para pedagang paham, yang mereka lakukan bukan saja salah dan melanggar aturan, tapi juga berbahaya bagi kesehatan manusia yang mengonsumsinya.

Teknik khusus dimaksud, dengan menyaru sebagai calon pembeli, dan itulah yang dilakukan media ini, saat mencoba menemui beberapa pedagang di sejumlah tempat di wilayah Bogor dan Bekasi, Provinsi Jawa Barat beberapa hari terakhir

Sasaran pertama, Minggu (27/10/2019) malam lalu, dengan menelusuri Jalan Cikaret Raya, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Cibinong, tempat di mana setiap hari—terutama sore hingga malam, banyak mangkal pedagang jenis makanan ini. .

Seorang pedagang—sebut saja Yayan (nama samaran) tanpa diduga mengakui, ia menggunakan campuran plastik dalam minyak goreng yang ia pakai untuk menggoreng semua makanan yang ia jual. Bahkan menurut bapak tiga anak ini, praktek ilegal itu sudah dilakukannya sejak lama dan belum berniat menghentikannya, karena terbukti mampu membuat gorengan juaannya laku dan mendatangkan keuntungan besar. .

“Ya, memang pakai plastik, Mas. Dan alhamdulillah, bisa menghidupi keluarga bahkan membiayai sekolah tiga anak saya,” kata pria ini lugas, tanpa terkesan gugup atau berusaha menutupi.

Menurut Yayan, pencampuran plastik ia lakukan di rumah, sebelum berjualan. Caranya pun muda. “Minyak goreng yang dibeli curahan itu saya panaskan dulu, setelah minyaknya panas, plastik pembungkus minyak itu saya masukkan ke dalam minyak yang mulai mendidih di kuali, lalu saya aduk-aduk. Setelah dirasa cukup dan plastik sudah tidak kelihatan lagi bentuknya, minyak hasil oplosan itu saya dinginkan, lalu dimasukkan ke dalam plastik untuk dibawa ke tempat berjualan,” kata Yayan.

Di tempatnya berjualan ia menggoreng tahu, pisang, tempe dan gorengan lainnya. Saya gunakan minyak oplosan itu bisa berkali-kali bahkan sampai berwarna agak kehitaman ”jelas Yayan. Hasilnya, kata Yayan, gorengannya terasa gurih dan garingnya lebih lama. Sejauh itu, menurutnya, tidak menimbulkan kecurigaan karena pembeli gorengannya lumayan banyak, dan selalu tampak segar.

Berbeda dengan saat ia belum mencampur plastik, makanan juakannya cepat dingin dan mudah keras dan tampilannya mngkerut. “Untuk Mas ketahui saja, saya yakin hampir semua teman-teman pedagang gorengan di sini melakukan hal yang sama,” kata Yayan sambil menunjuk ke arah di mana terdapat beberapa pedagang gorengan lainnya.

Awan, seorang kenalan, anak seorang pedagang gorengan, tidak terkejut ketika diceritakan tentang pengakuan Yayan itu. Ia yang semasa kecil sering diajak ayahnya berkeliling menjual ggorengan di kawasan Palmerah, Jakarta Barat mengatakan, praktek pencampuran plastik dalam minyak penggorengan itu sudah lama berlangsung.

“Bahkan sudah beberapa kali, kan, media memberitakannya. Jadi menurut saya, tu sudah semacam rahasia umum,” kata Awan, yang kini bekerja sebagai editor di salah satu perusahaan televisi swasta di Jakarta.

Pengakuan sama juga dilontarkan Anto (nama samaran), pedagang gorengan yang ditemui di Jalan Ratna Kelurahan Jati Makmur Kecamatan Jati Asih, Bekasi, Senin (4/11/2019). “Jujur saja, sejak datang ke Jakarta dan mulai berjualan gorengan ini sekitar 10 tahun lalu, saya sudah memakai plastik.

Awal ia berjualan makanan ini, kata Anto, ia memang belum menggunakan plastik, tapi kemudian banyak diberitakan di media—bahkan di televisi diperlihatkan cara penggunaan plastiknya. Justru tayangan di televisi itu membuat saya mencoba melakukannya dan terbukti gorengan saya jadi garing lebih lama dan terlihat segar terus. Ya sejak itulah sampai sekarang ini,” kata pria asal Jember, Jawa Timur ini, sambil menunjuk gorengan jualannya.

Namun, tak semua pedagang gorengan mengaku, atau mungkin—sebagaimana pengakuan mereka ketika ditemui, melakukan praktek-praktek culas seperti itu. “Oralah, Mas. Sumpah, mosok nganggo plastik,” kata seorang pedagang gorengan—sebut saja Tisna (nama samaran), yang ditemui dan diajak berbincang di tempatnya berjualan di lingkungan perkantoran Kementerian Keuangan RI, di kawasan Lapangan Banteng, Jalan Dr. Wahidin Raya, Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019) lalu.

Seorang juru parkir yang mendengarkan perbincangan itu, entah iseng atau serius, kepada wartawan kami yang akan pergi dari tempat itu, berkata, “Iya tuh Pak, pakai plastik gorengannya, enak kan? Garing,” katanya sambil tertawa.

Bantahan juga datang dari pedagang gorengan lain, yang ditemui di tempatnya biasa mangkal, tak jauh dari Kampus IISIP (Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) di Jalan Raya Lenteng Agung Jakarta Selatan. Pedagang ini lebih banyak diam, mengangguk atau menggeleng sekenanya, dalam banyak pertanyaan awal yang dilontarkan kepadanya. Ia baru tampak serius dan menatap tajam, saat pembicaraan mulai mengarah pada soal pencampuran plastik dalam pengolahan makanan jualannya. “Jangan menuduh sembarangan ya,” katanya ketus.

Bagaimana kata masyarakat soal jenis makanan ini? Sejumlah warga penyuka makanan gorengan yang berhasil ditemui, sebagian besar mengaku sudah mendengar perihal praktek penggorengan makanan ini dicampur plastik oleh para pedagang, namun mereka menyikapinya secara berbeda.

Tri Nurmasari (31), seorang karyawan swasta di Pasar Rebo, Jakarta Timur merasa kaget ketika pedagang goreng langganannya, suatu hari mengaku mencampurkan plastik dalam minyak penggorengan makanan yang ia jual. “Saya kaget mendengar keterusterangan itu, padahal sudah sekitar dua tahun saya membeli makanan si pedagang ini. Tidak mau mengambil risiko, sejak itu. Saya tak mau lagi membeli gorengannya,” kata Tri.

Lain lagi dengan Jali, seorang office boy di salah satu instansi pemerintah. Ia mengaku tahu banyak pedagang gorengan mencampurkan plastik ke dalam minyak gorengan, namun ia tak ambil peduli. Mengapa? “Karena hampir 20 tahun saya menjadi penggemar makanan ini, tapi sampai kini nggak ada yang nggak beres tuh dengan tubuh saya. Jadi ngapain pusing?,” kata Jali, saat ditemui di dekat kantornya bekerja, di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, beberapa hari lalu.

Langkah aman menjadi pilihan konsumen lain, seperti ditunjukkan Dewi Artati (39), seorang ibu rumah tangga di Pasar Rebo menyatakan, meski belum pernah melihat langsung pedagang gorengan melakukan praktek tercela tersebut, tapi ia memilih tidak mau lagi mengkonsumsi makanan ini, sejak issu gorengan plastik maraknya diberitakan media. “Ngapain, Mas beli makanan yang mengandung risiko buruk bagi kesehatan kita?,” kata Dewi.

Adanya praktek nakal para pedagang gorengan mencampur unsur plastik dalam minyak penggorengannya ini, tak dibantah pihak Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM RI), berdasarkan survei ke lapangan yang pernah mereka lakukan.

Berita Terkait: BPOM Larang Gorengan Berplastik

Seperti pernah diberitakan media ini sebelumnya dengan judul berita “BPOM Larang Pedagang Goreng Makanan Dengan Minyak Berplastik”, Kasubdit Standarisasi Produk dan Bahan Berbahaya BPOM, Ani Rohmaniyati, 18 Januari 2019 lalu mengatakan, pihaknya pernah melakukan survei ke beberapa pedagang gorengan, terkait banyaknya keluhan masyarakat mengenai ini, dan membuktikan praktek nakal di kalangan pedagang gorengan ini memang ada, meski tak semua dilakukan pedagang makanan jenis ini. Pedagang, kata Ani, beralasan, melakukannya agar gorengan tetap kriuk dan renyah. Selain itu, antioksidan dalam kemasan plastik juga disebut membuat minyak mampu bening lebih lama.

“Kami pernah bertanya, mereka bilang minyak dimasukkan dengan kemasan agar tidak menciprat. Plastik juga mengandung antioksidan begitu ditambah ke minyak, sehingga minyak akan bening lebih lama.” kata Ani dalam penjelasannya kepada media.

Terkait gorengan jadi garing lebih lama jika digoreng dengan minyak bercampur plastik, Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmad Zainal Abidin mengakui adanya efek keawetan bagi makanan itu

“Memang kalau sesuatu dibungkus plastik, air atau udara tidak mudah masuk. Jadi tidak mudah melempem. Ketika digoreng, plastik kemasan minyak goreng itu bakal berada di permukaan dan menyelimuti gorengan. Hal ini membuat kandungan udara dalam gorengan berkurang dan gorengan akan renyah dalam waktu yang lama,” jelas Akhmad. .

Dampak Mengonsumsi

Terlepas dari persoalan rasa dan tampilan itu, Ani maupun Akhmad tidak menyarankan warga masyarakat mengonsumsi gorengan yang digoreng dengan minyak campur plastik ini. Namun soal dampaknya bagi kesehatan manusia yang mengonsumsinya, keduanya tidak secara tegas menyatakan berbahaya atau tidak. “BPOM RI dengan tegas menyatakan bahwa menggoreng minyak beserta kemasannya dilarang, walaupun belum ada peraturan resmi. Kami masih masih melakukan kajian terhadap kasus ini,” kata Ani.

Sementara Akhmad lebih menyorot soal kandungan antioksidan dalam plastik yang oleh sebagian kalangan membahayakan kesehatan manusia.

“Zat (antioksidan) itu memang terdapat dalam kemasan plastik yang bertujuan untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi atau reaksi kimia yang dapat merusak plastik. Namun antioksidan dalam plastik kemasan makanan tidak banyak, tidak seperti plastik elektronik dan lainnya. Kita juga menggunakan antioksidan seperti yang diminum atau dioleskan agar tidak cepat tua. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” tutur Akhmad. (his/wir)

Baca juga: Makanan Berbahaya Banyak Dijual

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here