Pemerintah Pusat Batalkan 3.143 Perda Bermasalah

Foto: presidenri.go.id

Jakarta, Kabarserasan.com—Dengan alasan untuk penyederhanaan birokrasi dan aturan perizinan, pemerintah pusat terus memangkas peraturan-peraturan daerah (Perda) yang dianggap tidak penting, bahkan menghambat tujuan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik.

Beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo menyatakan, sudah ada 3.143 Perda yang dihapus. 1.765 di antaranya dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sisanya dihapus gubernur, terutama yang dibuat oleh pemerintah kabupaten/kota.

Kemendagri menyatakan, Perda yang dihapus merata di semua provinsi, dan diharapkan dengan penghapusan itu selain akan menyederhanakan aturan dan memangkas izin, ujungnya adalah akan meningkatkan investasi (easy of doing bussiness).

Meresahkan Masyarakat

Sekretaris Kabinet Pramono Anung, mengatakan, Perda-Perda itu dicabut karena dianggap bermasalah. Umumnya berkaitan dengan perizinan, investasi, kemudahan berusaha, intoleransi, dan hal-hal yang dianggap meresahkan warga.

Karena itu ke depan, Pramono mengingatkan, bila gubernur, bupati atau walikota akan membuat peraturan yang sama dengan yang telah dicabut maka otomatis Perda tersebut akan digugurkan.. “Perda tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Yang kami lihat dan pelajari, banyak Perda yang bertentangan, terutama yang dominan itu banyak Perda mengenai intoleransi,” kata Pramono, sebagaimana dikutip dari situs Setkab.go.id.

Mendagri Tjahjo Kumolo membantah sekaligus memastikan, dari 3.143 Perda yang dicabut, tidak ada karena alas an bernuansa syariat Islam. Semua peraturan yang dibatalkan tersebut hanya terkait investasi, retribusi, pelayanan birokrasi dan masalah perizinan.”Siapa yang hapus. Tidak ada yang hapus,” kata Mendagri kepada media di Jakarta.

Menurut Mendagri, bila harus mendalami Perda yang cenderung intoleran atau diskriminatif serta berpotensi menimbulkan keresahan masyarakat, tentu Kemendagri akan mengundang organisasi keagamaan. Tujuannya untuk menyelaraskan regulasi itu, apalagi untuk daerah otonomi khusus.

“Misalnya, Aceh mau terapkan syariat Islam di daerahnya, itu boleh. Namun penerapan di sana, mau diterapkan juga di Jakarta, tentu tidak bisa,” ujar dia.

Tjahjo menambahkan, selama ini pemerintah tentu mengikuti pertimbangan dan fatwa dari organisasi keagamaan seperti MUI. Sehingga dalam melakukan evaluasi dan pendalaman perda bermasalah yang bernuansa Islam tentu ada klarifikasi serta penyelarasan dengan tokoh agama.

Ia juga berjanji akan mempublikasikan ribuan perda tersebut. Berdasarkan data yang ia peroleh, ada 2.227 perda provinsi yang dibatalkan Kemendagri, lalu 306 perda yang secara mandiri dicabut Kemendagri serta 610 perda yang dibatalkan kabupaten/kota dibatalkan provinsi.

“Ini semua soal investasi. Kita enggak urus perda yang bernuansa syariat Islam. Ini untuk amankan paket kebijakan ekonomi pemerintah,” tegas Tjahjo lagi. (Junel)

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here