Petahana Masih Andalkan PNS Dalam Pilkada

Direktur PUKKAD Nabil Ahmad Fauzi mengatakan, mobilitasi suara PNS di daerah dengan calon kepala daerah petahana bukan isu baru yang kerap terjadi di Pilkada.

Hal itu dibuktikan dengan adanya gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) atas Pilkada kota Tangerang Selatan (Tangsel) 2010 yang berakibat MK memutuskan pemungutan suara ulang.

“Jadi memang mobilisasi suara PNS dan jajaran pemerintah daerah (Pemda) menjadi motif andalan calon petahana untuk meraup suara yang banyak,” kata Nabil saat dihubungi wartawan di Jakarta, Jumat (23/10/2015).

Menurutnya, hal itu terjadi karena calon petahana masih mempunyai pengaruh yang besar dari berbagai kebijakan daerah melalui kroni-kroninya yang masih menjabat di pemerintah daerah.

Sehingga, calon kepala daerah petahana ini dapat memanfaatkan pengaruhnya untuk menekan PNS mendukungnya.

“Calon petahana masih punya pengaruh dan tangan-tangannya di jajaran birokrasinya. Posisi birokrat daerah ini menjadi serba salah,” ujarnya.

Dia menjelaskan dalam UU Aparatur Sipil Negara (ASN), UU Pemda dan UU Pilkada disebutkan PNS, pejabat negara lainnya tidak boleh terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam memberikan dukungan terhadap calon kepala daerah. Melainkan, PNS harus bersifat netral. Dalam UU itu juga disebutkan apabila terlibat dikenai sanksi penundaan kenaikan jabatan, pencopotan jabatan hingga sanksi pidana.

“Jika tidak membela calon petahana, lalu calon tersebut (petahana) menang, maka dapat dipastikan karir mereka (PNS) akan terpuruk,” lanjut Nabil.

Maka dari itu, dia meminta perlu pendekatan secara rule of law yakni penegakan hukum dari aspek calon dan birokrasinya. Dalam artinya yang lebih besar bahwa harus ada kepastian regulasi, di mana peran kepala daerah dalam sistem promosi jabatan birokrasi tidak terlalu powerfull.

“Sehingga, birokrasi tidak menjadi khawatir terhadap pilihan-pilihan politiknya, karena jabatan birokrasi berbasis prestasi,” kata dia.

Terpisah, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Arteria Dahlan mengatakan, hingga saat ini tidak ada survei yang mampu menjelaskan mobilisasi PNS oleh calon kepala daerah petahana memberikan pengaruh siginifikan terhadap pemenang pasangan calon.

“Sampai saat ini saya masih berpendapat bahwa penyelenggaraan pemilu yang buruk semata-mata disebabkan pada buruknya kinerja penyelenggara pemilu maupun pengawas pemilu di lapangan, bukan yang lain,” ujarnya.

Dalam setiap rapat komisi II DPR, pihaknya telah berulangkali mengingatkan KPU dan Bawaslu terkait masalah ini. Bahkan, pihaknya juga mencoba menggelar masalah ini bersama-sama dengan penyelenggara Pilkada.

“Sebagai upaya antisipasi kami juga telah minta Kemenpan dan RB dan Komisi Aparatur Sipil Nasional (KASN) untuk menggali lebih dalam subtansi permasalahan keterlibatan PNS dalam Pilkada, mekanisme beracara, penjatuhan sanksi dan sanksi-sanksi apa saja yang dapat diberikan,” katanya.

Dia menyarakan, pasangan calon dan pihak tertentu yang mencoba melibatkan PNS dalam Pilkada agar ditindak tegas hingga diberikan sanksi yang berat.

“Bahkan, tidak cukup di berhentikan dengan tidak hormat kalau perlu di tambah dengan pemberian sanksi hukum pidana negara harus hadir, pemerintah harus berani dan jangan bermain politik agar pilkadanya bermartabat, demokrasinya hebat,” kata Arteria.

Penulis/Editor    : Khairul Amri

 

 

 

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here