Mahfud MD Mendukung Putusan MK

Menurut Mahfud, putusan itu sudah tepat, bahwa syarat kepala daerah tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana, melanggar konstitusi. “Menurut saya putusan MK ini sudah sangat tepat bahwa tidak boleh keluarga pejabat itu dilarang untuk menjadi calon,” kata Mahfud kepada wartawan di Jakarta, yang sengaja meminta komentarnya terkait putusan MK ini.

Mahfud mengaku, wacana untuk membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan keluarga atau kekerabatan dengan petahana sudah dibicarakan saat ia masih menjabat Ketua MK. Namun,ketika itu hakim MK memiliki kesamaan pendapat bahwa hak konstitusional seorang warga negara tidak boleh dibatasi.

Lagi pula, orang yang memiliki hubungan dengan petahana belum tentu memanfaatkan fasilitas yang dimiliki petahana untuk memperoleh kemenangan dalam pilkada. Bisa jadi orang tersebut justru bertentangan dengan petahana lainnya. Kalaupun masyarakat memiliki kekhawatiran yang bersangkutan akan terpilih, maka cara yang paling rasional adalah tidak memilihnya, bukan dengan melarangnya mencalonkan diri.

“Karena bisa jadi dia punya kapasitas yang lebih bagus dari yang akan diganti dan belum tentu juga dia didukung oleh kerabat. Bisa jadi dia saudara tapi dia ingin mengganti kakaknya karena kakaknya dianggap kurang baik, itu bisa juga. Maka tidak boleh ada larangan itu dan MK sudah benar memutus itu. Karena dalam UUD itu disebut setiap orang, bukan setiap keluarga berhak,” tutur Mahfud.

Ia juga menilai bahwa fenomena politik dinasti yang berkembang di Indonesia bukan semata-mata menyangkut persoalan konstitusionaliitas. Menurut Mahfud, fenomena ini merupakan masalah moralitas politik. 

Ditemui terpisah,pakar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Irman Putra Sidin juga menilai putusan MK tersebut sudah tepat. Karena itu Irman mendukung penghapusan pasal 7 huruf r itu langsung bisa dilakukan dalam Pilkada serentak tahap pertama Desember 2015 mendatang.

“Ini (putusan) MK sudah tepat dan merupakan koreksi konstitusional MK terhadap UU. Karena UU telah membatasi hak warga negara memiliki hubungan kekerabatan dengan petahana,” ujar Irman di Jakarta.  

Tapi pandangan berbeda disampaikan Prof Jimly Asshiddiqie, mantan Ketua MK yang kini menjadi Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Pria asal Sumatera Selatan ini, menyayangkan putusan tersebut karena berarti komitmen bangsa ini untuk memberantas politik dinasti menjadi mundur lagi.

Ia mengambil contoh, seorang bupati yang tidak lagi mencalonkan diri karena sudah dua periode memimpin kabupatennya, lalu bupati itu mencalonkan anaknya di daerahnya dan menggunakan wibawa serta pengaruhnya untuk memenangkan anaknya itu.

Penulis : Junel
_____________________________________________________________
BERITA LAIN:
Tidaklanjut Putusan MK, KPU Akan Revisi Aturannya
MK: Membatasi Keluarga Petahana Tidak Konstitusional
Napi Boleh Calonkan Diri, PNS, TNI DAN POLRI Harus Mundur Dulu
Waktu Penyelesaian Sengketa Pilkada Ditambah jadi 60 Hari
UU Pilkada: Terlibat Money Politic, Balon Kepala Daerah Didiskualifikasi
Biaya Kampanye Calon Kepala Daerah Dibatasi
Kapolri Minta Pilkada di Beberapa Daerah Ditunda

 

 

 

 

 

 

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here