KPK Sita Harta Fuad Amin Hingga Rp200 miliar

“Untuk tindak pidana pencucian uang (TPPU) atasnama FAI (Fuad Amin Imron), penyidik saat ini kembali menyita satu mobil di Surabaya sehingga tiga minggu penyitaan di berbagai daerah menyita 10 mobil dan uang total sekitar Rp200 miliar,” kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi Priharsa  Nugraha di Gedung KPK Jakarta, Jumat, kemarin.

Penyitaan tersebut dilakukan di sejumlah daerah yaitu di Bangkalan, Madura; Surabaya; Bali; Yogyakarta dan Jakarta. KPK masih melakukan penilaian total terhadap aset yang disita, karena selain 10 mobil juga ada dua unit ruko, enam rumah dan satu apartemen.

“Masih dihitung keseluruhan. Perkiraannya kita belum tahu karena belum ditaksir dan masih dihitung. Masih dikembangkan lagi,” tambah Priharsa. Aset tersebut menurut Priharsa ada yang diatasnamakan orang lain.

“Ada yang pribadi, ada yang nama orang lain, ada yang kerabatnya. Beberapa di antaranya ada yang pernah diperiksa (KPK),” jelas Priharsa. Sebelumnya, KPK sudah menyita sejumlah mobil Fuad yaitu mobil Toyota Alphard, Toyota Camry, Honda Oddysey, Hyundai H1, Honda Mobilio dan Toyota Land Cruiser dan uang yang disita dari sejumlah rekening milik Fuad.

Kasus suap terhadap Fuad Amin sendiri terungkap melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap Direktur PT Media Karya Sentosa (MKS) Antonio Bambang Djatmiko dan perantara penerima suap yaitu Rauf serta perantara pemberi suap yaitu Darmono pada 1 Desember 2014. Selanjutnya pada Selasa 2 Desember 2014, KPK menangkap Fuad di rumahnya di Bangkalan.

Fuad Amin saat menjabat sebagai Bupati Bangkalan mengajukan permohonan kepada BP Migas agar Kabupaten Bangkalan mendapatkan alokasi gas bumi yang berasal dari eksplorasi Lapangan Ke-30 Kodeco Energy Ltd di lepas pantai Madura Barat di bawah pengendalian PT Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE-WMO).

Kabupaten Bangkalan dan Pulau Madura memiliki hak diprioritaskan mendapatkan alokasi gas bumi untuk kebutuhan pembangkit berbahan bakar gas (PLTG) karena berguna untuk pengembangan industri di sekitar kawasan Jembatan Suramadu, kebutuhan kawasan industri dan kebutuhan rumah tangga warga Bangkalan.

Namun, sampai sekarang PHE-WMO tidak juga memberikan alokasi gas alam yang dimohonkan Fuad karena PHE-WMO menemui instalasi pipa penyalur gas bumi belum juga selesai dibangun sampai sekarang.

Kewajiban pembangunan pipa gas bumi ke Bangkalan, Madura, merupakan tanggung jawab PT MKS yang merupakan pihak pembeli gas alam berdasar perjanjian jual beli gas alam (PJBG) untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.

Berdasar PJBG tersebut, PT MKS mendapatkan alokasi gas sebesar 40 BBTU dari BP Migas melalui Pertamina EP (PEP) atas pertimbangan MKS akan memasok gas sebesar 8 BBTU untuk PLTG Gili Timur, Bangkalan, Madura.

Untuk memenuhi persyaratan PJBG, MKS bekerja sama dengan BUMD Bangkalan PD Sumber Daya. Perjanjian yang mengatur “Pembangunan Pemasangan Pipa Gas Alam dan Kerja Sama Pengelolaan Jaringan Pipa” antara MKS dan BUMD PD Sumber Daya ternyata tidak pernah diwujudkan MKS, sehingga gas bumi sebesar delapan BBTU untuk PLTG Gili Timur tidak pernah dipasok MKS.

Dalam kasus ini, KPK menetapkan Fuad sebagai tersangka penerima suap berdasarkan pasal 12 huruf a, pasal 12 huruf b, pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

Fuad Amin juga disangkakan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan pasal 3 UU No 8 tahun 2010 dan pasal 3 ayat (1) UU No 15 tahun 2002 yang diubah dengan UU Nomor 25 Tahun 2003 mengenai perbuatan menyamarkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.

Ancaman bagi mereka yang terbukti melakukan perbuatan tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar. Tersangka lain adalah Bambang Djatmiko dan Rauf sebagai pemberi dan perantara yang dikenakan dugaan pasal 5 ayat 1 huruf a, serta pasal 5 ayat 1 huruf b serta pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 KUHP dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp250 juta. (Antara)

Berita Lain:
Jaga Marwah Polri, Presiden Diminta Tak Lantik Budi Gunawan
Fantastik, Batu Nyi Roro Kidul Berharga Rp 5 Miliar 
Komisi II Sepakati Revisi UU Pilkada Terbatas
DPD Ajukan Hak Bertanya Pada Presiden Jokowi 
Kasus Damkar, Penetapan Tersangka Masih Tunggu Hasil Audit  
Tim TKAB Tangkap Dua Pelaku Curas 
Ayah Setubuhi Anak Kandung 
Ibu Rumah Tangga Korban Hipnotis 
133 Terpidana Mati, Tunggu Giliran Dieksekusi  
Kejaksaan Agung Usut Bupati Korup   

 

 

 

 

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here