8 Menteri Perempuan Dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK

ke-8 menteri perempuan tersebut adalah Puan Maharani Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Retno LP Marsudi Menteri Luar Negeri, Rini Soemarno Menteri BUMN, Yohana Yembise Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak, Susi Pudjiastuti Menteri Kelautan dan Perikanan, Siti Nurbaya Menteri Lingkungan Hidup, Nila F Moeloek Menteri Kesehatan  dan Khofifah Indar Prawansa Menteri Sosial.Berikut Profil singkat mereka:

Puan Maharani, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan

Lahir di Jakarta 6 September 1973, merupakan menteri termuda dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK.  Putri dari Megawati Soekarnoputri dan Taufik Kiemas dan cucu dari Presiden pertama RI Sukarno ini sudah mengenal politik sejak usia muda, meneruskan tradisi politik keluarganya. Persinggungan pertama Puan Maharani dengan politik adalah saat duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP) ketika ibunya Megawati mulai aktif kembali dalam kancah perpolitikan Indonesia. Di kala itu Megawati mulai sering berkeliling Indonesia dan Puan Maharani kecil mulai menyaksikan bagaimana seorang politisi bekerja.

Beranjak ke masa sekolah menengah atas (SMA), Puan Maharani mulai mendampingi dan menyaksikan langsung ibunya dalam kegiatan politik. Bahkan Puan Maharani pernah menyaksikan ketika ibunya, Megawati, dikonfrontir langsung oleh utusan penguasa yang melarang ia masuk dalam struktur PDI. Di situ Puan Maharani belajar bagaimana secara tenang menghadapi tekanan politik dan tetap berpegang teguh pada perjuangan.

Lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia ini menjabat Ketua Fraksi  PDIP di DPR RI (2009-2014). Selain itu Puan juga menjabat Ketua Fraksi PDIP di DPR dan anggota kelengkapan Dewan Badan Kerja Sama Antar Palemen. Di internal PDI Perjuangan, Puan Maharani dipercaya menjadi Ketua Bidang Politik & Hubungan Antar Lembaga yang memiliki peran strategis

Khofifah Indar Parawansa, Menteri Sosial

Lahir di Surabaya, Jawa Timur, 19 Mei 1965 (49 tahun). Meraih gelar sarjana pada tahun 1990 dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya. Pada masa pemerintahan Presiden K. H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Khofifah dilantik menjadi  Menteri Pemberdayaan Perempuan. Politikus yang sempat bercita-cita menjadi pembalap ini maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur tahun periode 2013-2018.

Nama Khofifah mulai populer di panggung nasional setelah membacakan pidato sikap Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dalam SU MPR 1998. Pidato Khofifah itu sangat monumental karena merupakan pidato kritis pertama terhadap Orde Baru di ajang resmi selevel Sidang Umum MPR. Itu pidato formal di forum formal yang secara terbuka mengkritik rezim Soeharto yang tengah berkuasa. Pidato yang mengangkat Khofifah menjadi politikus yang disegani di tanah air.

Prof. dr. Nila Djuwita Anfasa Moeloek, Sp. M., Menteri Kesehatan

Lahir di Jakarta, 11 April 1949  (65 tahun). Guru Besar Kedokteran Universitas Indonesia ini adalah ahli oftalmologi (ilmu penyakit mata). Dia menyelesaikan pendidikan sarjananya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kemudian ia melanjutkan pendidikan spesialis mata, serta mengikuti program sub-spesialis di International Fellowship di Orbita Centre, University of Amsterdam, Belanda dan di Kobe University, Jepang. Setelah itu ia melanjutkan pendidikan konsultan Onkologi Mata dan Program Doktor Pasca-Sarjana di FKUI.

Selain menjadi dokter di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kirana, ia juga menjadi ketua umum Dharma Wanita Persatuan Pusat (2004-2009), Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Mata (Perdami), dan Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) periode 2011-2016.

Dia sempat disebut-sebut menjadi calon kuat Menteri Kesehatan pada Kabinet Indonesia Bersatu II setelah mengikuti proses seleksi calon menteri pada 18 Oktober 2009. Namun ia malah ditunjuk oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Millennium Development Goals. Tugasnya ialah menurunkan kasus HIV-AIDS dan angka kematian ibu dan anak.

Nila merupakan istri dari Faried Anfasa Moeloek, Menteri Kesehatan pada Kabinet Reformasi Pembangunan. Ia dikaruniai tiga orang anak, yakni Muhammad Reiza Moeloek, Puti Alifa Moeloek, dan Puti Annisa Moeloek.

Susi Pudjiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan

Lahir di Pangandaran, 15 Januari 1965 (49 tahun) pengusaha pemilik dan Presdir PT ASI Pudjiastuti Marine Product, eksportir hasil-hasil perikanan dan PT ASI Pudjiastuti Aviation atau penerbangan Susi Air dari Jawa Barat. Hingga awal tahun 2012, Susi Air mengoperasikan 50 pesawat dengan berbagai tipe seperti 32 Cessna Grand Caravan, 9 Pilatus PC-6 Porter dan 3 Piaggio P180 Avanti. Susi Air mempekerjakan 180 pilot, dengan 175 di antaranya merupakan pilot asing. Tahun 2012 Susi Air menerima pendapatan Rp300 miliar dan melayani 200 penerbangan perintis.

Ayah dan ibunya Susi Pudjiastuti yaitu Haji Ahmad Karlan dan Hajjah Suwuh Lasminah berasal dari Jawa Tengah yang sudah lima generasi lahir dan hidup di Pangandaran. Keluarganya adalah saudagar sapi dan kerbau, yang membawa ratusan ternak dari Jawa Tengah untuk diperdagangkan di Jawa Barat. Kakek buyutnya Haji Ireng dikenal sebagai tuan tanah. Susi hanya memiliki ijazah SMP. Setamat SMP ia sempat melanjutkan pendidikan ke SMA. Namun, di kelas II SMAN Yogyakarta dia berhenti sekolah.

Setelah tidak lagi bersekolah, dengan modal Rp750 ribu hasil menjual perhiasan, pada 1983 Susi mengawali profesi sebagai pengepul ikan di Pangandaran. Bisnisnya terus berkembang, dan pada 1996 Susi mendirikan pabrik pengolahan ikan PT ASI Pudjiastuti Marine Product dengan produk unggulan berupa lobster dengan merek “Susi Brand”. Ketika bisnis pengolahan ikannya meluas dengan pasar hingga ke Asia dan Amerika, Susi memerlukan sarana transportasi udara yang dapat dengan cepat mengangkut lobster, ikan, dan hasil laut lain kepada pembeli dalam keadaan masih segar.

Pada 2004, Susi memutuskan membeli sebuah Cessna Caravan seharga Rp20 miliar menggunakan pinjaman bank. Melalui PT ASI Pudjiastuti Aviation yang ia dirikan kemudian, satu-satunya pesawat yang ia miliki itu ia gunakan untuk mengangkut lobster dan ikan segar tangkapan nelayan di berbagai pantai di Indonesia ke pasar Jakarta dan Jepang.

Call sign yang digunakan Cessna itu adalah Susi Air. Dua hari setelah gempa tektonik dan tsunami Aceh melanda Aceh dan pantai barat Sumatera pada 26 Desember 2004, Cessna Susi adalah pesawat pertama yang berhasil mencapai lokasi bencana untuk mendistribusikan bantuan kepada para korban yang berada di daerah terisolasi. Peristiwa itu mengubah arah bisnis Susi.

Di saat bisnis perikanan mulai merosot, Susi menyewakan pesawatnya itu yang semula digunakan untuk mengangkut hasil laut untuk misi kemanusiaan. Selama tiga tahun berjalan, maka perusahaan penerbangan ini semakin berkembang hingga memiliki 14 pesawat, ada 4 di Papua, 4 pesawat di Balikpapan, Jawa dan Sumatera. Perusahaannya memiliki 32 pesawat Cessna Grand Caravan, 9 pesawat Pilatus Porter, 1 pesawat Diamond star dan 1 buah pesawat Diamond Twin star. Sekarang Susi Air memiliki 49 dan mengoperasikan 50 pesawat terbang beragam jenis.

Susi menerima banyak penghargaan antara lain Pelopor Wisata dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat tahun 2004, Young Entrepreneur of the Year dari Ernst and Young Indonesia tahun 2005, serta Primaniyarta Award for Best Small & Medium Enterprise Exporter 2005 dari Presiden Republik Indonesia. Tahun 2006, ia menerima Metro TV Award for Economics, Inspiring Woman 2005 dan Eagle Award 2006 dari Metro TV, Indonesia Berprestasi Award dari PT Exelcomindo dan Sofyan Ilyas Award dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2009.

Pada tahun 2008, ia mengembangkan bisnis aviasinya dengan membuka sekolah pilot Susi Flying School melalui PT ASI Pudjiastuti Flying School. Pada Minggu, 26 Oktober 2014, dalam pengumuman Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK Ibu Susi Pudjiastuti ditetapkan oleh Presiden RI Joko Widodo menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan.

Ia sempat dua kali bercerai dan kemudian menikah dengan Christian von Strombeck hingga kini. Dari pernikahan-pernikahannya, ia memiliki tiga orang anak, Panji Hilmansyah, Nadin Pascale, dan Alvy Xavier.

Yohana Susana Yembis, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Llahir di Manokwari, 1 Oktober 1958 (56 tahun). Ia menjadi menteri dan guru besar perempuan pertama dari Papua. Sebelum diangkat menjadi menteri, ia adalah seorang profesor di Universitas Cenderawasih. Yohana memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar (SD) Padang Bulan Jayapura, tahun 1971. Lalu, melanjutkan ke SMP Negeri 1 Nabire dan selesai tahun 1974. Pendidikan selanjutnya ia selesaikan di bangku SMA Negeri Persiapan Nabire.

Ia melanjutkan pendidikan tingginya di tahun 1985, dengan masuk ke Sarjana Bahasa Inggris, Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Cenderawasih. Setelah itu dia melanjutkan di linguistik terapan dari Regional Language Center (RELC), SEAMEO Singapura, pada tahun 1992, dan kemudian menyelesaikan program gelar Master di Departemen Pendidikan Simon Fraser University di Kanada pada tahun 1994. Pada tahun 2001, Yo melanjutkan pendidikan Doktoral di Universitas Newcastle, memperoleh gelar Ph.D pada 2006.

Ia memulai karier di bidang pendidikan dengan menjadi asisten dosen di bidang Bahasa dan Seni di Universitas Cenderawasih sejak tahun 1983 hingga 1986. Lalu menjadi dosen tetap sejak 1987 hingga sekarang. Selain menjadi dosen, dia pernah memegang jabatan sebagai kepala Laboratorium Bahasa Uncen pada tahun 1991. Tahun 1992 ia menjadi Diplomat Applied Linguistic TEFL (Dip. TEFL) dari Regional English Language Centre (RELC), SEAMEO Singapore.

Ia juga dipercaya sebagai ketua tim seleksi guru bahasa Inggris SMP, SMK, SMA di kabupaten Merauke untuk persiapan pengiriman guru bahasa Inggris ke Sunshine Coast University Australia. Serta menjadi anggota Joint Selection Team (JST) Australian Development Scholarship beasiswa ADS/USAID tahun 2011. Ia aktif dalam kegiatan kesenian yang disponsori badan kesenian Daerah Kabupaten Paniai di Nabire sejak 1974-1978. Pernah menjadi wakil ketua KNPI Kabupaten Paniai tahun 1984. Ia pernah mencalonkan menjadi Bupati Biak Numfor pada tahun tahun 2013.

Yohana menikah dengan Leo Danuwira dan memiliki tiga orang anak, Marcia (27 tahun). Dina Maria, dan Bernie.

Rini Mariani Soemarno, Menteri BUMN

Lahir di Maryland, Amerika Serikat, 9 Juni 1958 (56 tahun). Sarjana Ekonomi lulusan 1981 dari Wellesley College, Massachusetts, Amerika Serikat ini adalah termasuk salah satu dari 18 menteri yang diangkat dari kalangan profesional. Pernah diangkat menjadi Menteri Perindustrian dan Perdagangan pada Kabinet Gotong Royong Presiden Megawati tahun 2001-2004. Rini tercatat sebagai menteri Kabinet Kerja terkaya dengan harga Rp 48,07 milyar.

Karir:
2014 : Menteri Badan Usaha Milik Negara Kabinet Kerja
2008 : Komisaris Aora TV
2005: Presiden Direktur PT Kanzen Motor Indonesia
2004: Menteri Perindustrian dan Perdagangan Kabinet Gotong Royong  
2001: Presiden Direktur PT Semesta Citra
2000: Presiden Direktur PT Astra
1998: Direktur Keuangan Astra Internasional
2000: Presiden Komisaris PT Semesta Citra Motorindo
2000: Komisaris PT Agrakom
1999: Presiden Komisaris PT Astra Agro Lestari
1998: Staf Ahli Departemen Keuangan Republik Indonesia
1998: Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan
1995: Komisaris PT Astra Agro Lestari
1995: Komisaris Bursa Efek Jakarta
1993: Wakil Presiden Komisaris PT United Tractors
1990: Komisaris Bank Universal
1989: General Manager Finance Division, PT Astra International

Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri

Lahir di Semarang, Jawa Tengah 27 November 1962 (51 tahun) adalah perempuan pertama yang menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia. Dia menempuh pendidikan menengah atasnya di SMA Negeri 3 Semarang sebelum akhirnya memperoleh gelar S1nya di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada tahun 1985.

Setelah lulus, ia bergabung dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia. Dari tahun 1997 hingga 2001, Retno menjabat sebagai sekretaris satu bidang ekonomi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, Belanda. Pada tahun 2001, ia ditunjuk sebagai Direktur Eropa dan Amerika. Retno dipromosikan menjadi Direktur Eropa Barat pada tahun 2003. Ia lalu memperoleh gelar S2 Hukum Uni Eropa di Haagse Hogeschool, Belanda.

Pada tahun 2005, ia diangkat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia. Selama masa tugasnya, ia memperoleh penghargaan Order of Merit dari Raja Norwegia pada Desember 2011, menjadikannya orang Indonesia pertama yang memperoleh penghargaan tersebut.[2] Selain itu, ia juga sempat mendalami studi hak asasi manusia di Universitas Oslo. Sebelum masa baktinya selesai, Retno dikirim kembali ke Jakarta untuk menjadi Direktur Jenderal Eropa dan Amerika, yang bertanggung jawab mengawasi hubungan Indonesia dengan 82 negara di Eropa dan Amerika.

Retno kemudian dikirim sebagai Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Belanda pada tahun 2012.[3] Ia juga pernah memimpin berbagai negosiasi multilateral dan konsultasi bilateral dengan Uni Eropa, ASEM (Asia-Europe Meeting) dan FEALAC (Forum for East Asia-Latin America Cooperation). Retno menikah dengan Agus Marsudi, seorang arsitek, dan dikaruniai dua orang anak, yaitu Dyota Marsudi dan Bagas Marsudi.

Dr. Ir. Siti Nurbaya Bakar Msc, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Lahir di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 1956 dari keluarga asli Betawi. Ia birokrat tulen, memulai jenjang karirnya sebagai pegawai negeri sipil sebagai penata muda di Pemerintah Provinsi Lampung pada tahun 1979. Meraih gelar doktor dari fakultas perencanaan sumberdaya alam Institut Pertanian Bogor dan menaiki jenjang di Pemda Provinsi Lampung hingga dipercayakan menjabat Ketua Bappeda Provinsi Lampung, lalu hijrah ke Departemen Dalam Negeri (Depdagri) di Jakarta menjadi Kepala Biro Perencanaan (1998-2001), Pelaksana Manajemen Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) tahun 2003–2004, Sekjen Depdagri 2001) pada masa Mendagri Soerjadi Soedirdja, dan berlanjut 2001-2005 saat Mendagri Hari Sabarno.

Siti Nurbaya kemudian ditugasi menjadi Komisaris PT PUSRI (2011-2015). Ia kemudian masuk eselon I ketika diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri [2001-2004] dan meraih beberapa penghargaan antara lain sebagai PNS teladan tahun 2004.

Pada tahun 2006, Siti Nurbaya ditunjuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjalankan tugas sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah RI, suatu badan baru yang dibentuk untuk menjembatani kepentingan-kepentingan legislatif pemerintah-pemerintah provinsi dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Siti Nurbaya Bakar resmi bergabung dengan Partai NasDem pada 2013 dan mengundurkan diri sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Senin, 27 Oktober 2014 lalu, dia bersama 7 perempuan lainnya di lantik Presiden Joko Widodo menjadi Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan. (Sumber Wikipedia)

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here