Kasus Penistaan Agama, Syaikh Ali Jaber Minta Pemerintah Bersikap Tegas

Syaikh Ali Jaber

Jambi, Kabarserasan.com—Heboh temuan ornamen natal bertulis lafaz Allah yang dianggap menistakan Agama Islam di Jambi, membuat ulama asal Arab Saudi yang telah bermukim di Indonesia, yakni Syaikh Ali Jaber, angkat bicara.

Menurutnya, kasus di Jambi ini, dan juga kasus-kasus yang dianggap penistaan agama Islam lainnya di Indonesia, menuntut sikap tegas Pemerintah Indonesia. Ia menyatakan salut dengan langkah tegas dan cepat Pemerintah Kota Jambi, yang langsung menutup Hotel Novita, Jambi.

“Iya, saya salut dengan Pemerintah Kota Jambi yang sudah bersikap tegas. Kalau semua mencontoh seperti Pemerintah Kota Jambi, tidak ada yang berani menistakan agama,” ujar pria kelahiran Kota Madinah, Arab Saudi, 3 Februari 1976 bernama lengkap Syaikh Ali Saleh Muhammad Ali Jaber ini, usai mengisi tabligh akbar di Kota Jambi, Minggu (25/12/2016).

Dikatakannya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, perlu adanya rasa saling hormat-menghormati dan toleransi antarumat beragama di Indonesia.

“Seperti umat muslim menjelekkan atau menistakan agama lain, itu tidak dibenarkan. Begitu juga umat agama lain, jangan pula menistakan Agama Islam,” jelasnya.

Jangan terjadi, lanjutnya, umat muslim menghormati agama lain sedangkan umat lain dibiarkan tidak menghormati umat muslim. “Harus adil, negeri kita negara hukum yang adil dan merata siapa pun yang bersalah wajib dihukum,” tandasnya.

Jaber menambahkan, “Kalau ada umat Islam bersalah, silahkan hukum. Jangan seolah-olah ada umat Islam tidak bersalah dihukum, tapi umat lain bersalah, mencari alasan belum tersangka, belum terbukti. Sebab itu, hukum di negara menjadi kacau.” kata ulama yang beristerikan wanita Indonesia asal Lombok, NTB ini.

Siapa Syekh Ali Jaber? Dikutip dari situs masuk-islam.com, sulung dari 12 bersaudara ini lahir, besar dan menempuh pendidikan mulai Ibtidaiyah hingga Aliyah di Madinah. Sampai kini ia masih menjadi muzalamah (pengkaji) Al Quran di Masjid Nabawi, Madinah dan kini menjadi Imam Besar di masjid yang didirkan Rasulullah itu. Sebelum itu ia bahkan Imam Besar Masjidil Haram, Mekkah.

Tahun 2008 ia menikahi seorang wanita asal Lombok, Nusa Tenggara Barat bernama Umi Nadia, yang kemudian membawanya melakukan syiar dakwah hingga ke Indonesia.

Di tahun yang sama pula, ia salat di Masjid Sunda Kelapa, Jakarta, dan selesai salat seseorang memintanya menjadi imam salat tarawih yang saat itu menjelang Bulan Ramadhan. Ia menyanggupi dan sejak itulah, ia sering mendapat undangan menjadi imam salat dan berdakwah di sejumlah tempat di tanah air. (azi)

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here