Ketika Demam Batu pun Melanda Muara Enim

Fenomena ini cukup menarik, karena selama ini batu akik—yang kebanyakan dirangkai dalam bentuk cincin, identik dengan perhiasan murah yang dijual di emperan toko. Dipakai kaum marjinal yang tak sanggup  membeli emas, namun ingin tetap bergaya.Malah, pemakai akik diidentikkan sebagai dukun karena batu juga tak lepas dari kepercayaan atau klenik, bahwa ada kekuatan di dalam batu tertentu.

Nah kini, terjadi pergeseran karena sebagian penggemar mulai menjadikannya sebagai estetika. Dan bagi sebagian orang malah menjadi berkah, karena mendatangkan rejeki. Ambil contoh seorang warga Kota Muara Enim Sumatera Selatan bernama Endan ini. Pria bernama lengkap Rosandy Osland tak pernah berpikir untuk terjun ke bisnis  batu akik. Sampai akhirnya ia mengalami satu kejadian yang belakangan menginspirasinya untuk menggeluti bisnis batu akik, sampai sekarang

Berawal saat ia ingin memiliki cincin untuk sekedar hiasan jarinya. Setelah memesan batu cincin kepada seseorang, ternyata harga batu cincin yang  dibelinya, lebih mahal dari harga sebenarnya, bahkan sedang menjadi buruan para penggemar batu hias.

Iapun kaget, dan mendorongnya untuk mencari informasi lebih jauh tentang jenis-jenis batu yang sedang digemari, bahkan kemudian ia mengenal adanya beberapa komunitas penggemar batu. Endan yang sehari-harinya pengusaha ternak ayam potong inipun  mulai meliriknya sebagai sumber penghasilan baru.
 
“Saya kan tidak mungkin menjalani bisnis baru ini sendirian. Kebetulan adik kandung saya yang bernama Mulya sedang tak punya pekerjaan. Lalu saya tawarkan bisnis ini, Mulya tertarik, dialah yang kemudian mengelolanya. Belakangan saya malah tak mau lagi beli batu. Karena menurut saya, daerah kita ini (Muaraenim, Red) sangat banyak jenis batu bagus yang bisa dijadikan perhiasan. Itu saja yang saya maksimalkan,” ujar Endan

Memulai bisnis ini, Endan mengisahkan, ia lakukan sambil jalan saja. Empat cincin yang ia miliki, minta Mulya menjualnya. Beberapa hari kemudian, sang adik menghubunginya, bahwa ada calon pembeli yang menawar salah satu batu cincinnya seharga Rp. 900 ribu. Keduanya kaget, ada batu seharga itu.

Sejak itu, ia dan Mulya menekuni bisnis ini. Keduanya mulai berburu batu, mendatangi beberapa tempat di mana batu-batu hias itu bisa ditemukan, bahkan tak jarang pulang ke rumah sudah larut malam. Batu yang didapat, lalu kami serahkan ke seorang teman untuk dibentuk dan dipoles, dengan upah Rp 30 ribu perbatu.

Kini, Endan sudah memiliki galeri batu, dan setiap hari selalu didatangi penggemar batu hias. Batu-batu akik yang ia jual juga tak lagi terbatas yang berasal dari Muara Enim, tapi juga yang didatangkan dari Baturaja Kabupaten Ogan Komering Ulu—salah satu daerah yang dikenal memiliki banyak potensi batu hias. Galerinya juga menjual aneka ring (pengikat batu).

Tak hanya mendatangkan keuntungan secara finasial, usaha Endan juga bermanfaat bagi masyarakat sekitar, karena menginspirasi banyak warga masyarakat pengangguran—terutama remaja putus sekolah, untuk menjadikannya sumber penghasilan.    dampak  dan Alhmadulillah pemasukan mulai bagus, pendapatan Mulya adik saya sebagai pengelola juga mulai meningkat. 

Sapta, salah seorang ahli poles batu yang menjadi langganan Endan, mengaku bisa mendapat pesanan hingga 10 sampai 20 batu per hari. Bisa dihitung berapa penghasilan Sapta jika untuk satu batu Endan membayarnya Rp 30.000. Sebuah profesi yang menggiurkan untuk ukuran di daerah ini.

Endan dan beberapa pengusaha batu lainnya berharap, fenomena ini sebaiknya direspon secara positif oleh pemerintah daerah ini, sebagai peluang usaha kreatif dan potensial bagi pergerakan ekonomi rakyat. Pemerintah bisa membantu, tidak saja dalam bentuk membantu pendanaan, tapi juga promosi.

“Saya yakin, kalau orang luar daerah tahu bahwa di daerah ini banyak batu-batu berharga sebagai barang hias, maka akan banyak pecinta batu datang ke daerah ini, khususnya di Sumatera Selatan,” ujar Edan. (Amr)

 

 

 

Advertisement

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here